Jumat, 11 Mei 2012

PENGUKURAN FAKTOR FISIKA-KIMIA SERTA PENCUPLIKAN BIOTA HEWAN AKUATIK DI DANAU KAMPUS BINAWIDYA UNIVERSITAS RIAU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Di alam terdapat berbagai komponen hayati dan non-hayati yang saling mempenagruhi dan tidak terpisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Dalam sistem ekologi, suatu organisme tidak dapat berdiri sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya, suatu organisme akan bergantung pada kehadiran organisme lain dan sumber daya alam di sekitarnya.
Di ekosistem perairan terdapat berbagai jenis biota akuatik. Mereka selalu hidup berkelompok membentuk komunitas yang saling berhubungan secara kompleks dan memiliki respon yang berbeda terhadap lingkungan. Biota akuatik merupakan kelompok biota, baik hewan maupun tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di perairan.
Jika kita ingin mencari suatu spesies hewani tertentu, maka kita harus mengetahui tempat hidupnya. Khususnya spesies yang hidup di perairan dapat digolongkan menurut bentuk kehidupan atau kebiasaan hidupnya, yaitu: Plankton, organisme yang melayang-layang di dalam air dan gerakannya kurang lebih tergantung pada arus. Beberapa organisme zooplankton ada yang menunjukan gerakan berenang yang aktif yang membantu mempertahankan posisi vertikal. Benthos : organisme yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang hidup di dalam sedimen di dasar perairan. Periphyton : organisme baik hewan atau tumbuhan yang melekat di dalam air atau permukaan lain yang ada di atas dasar perairan. Nekton : organisme yang mampu berenang serta dapat menentukan arah sesuai dengan kehendak, dengan demikian dapat menghindari diri dari penangkapan atau memburu mangsa. Neuston : organisme yang berenang atau sedang beristirahat di permukaan air (Suwondo, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas, mengingat pentingnya peranan biota perairan dalam kelangsungan hidup dan keseimbangan ekosistem perairan maka dilakukan kegiatan praktikum lapangan tentang “Pengukuran Faktor Fisika- Kimia dan Pencuplikan Biota Hewan Aquatik di Danau Kampus Binawidya Universitas Riau.
1.2.  Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah keadaan faktor fisika dan kimia air di perairan Danau Kampus Binawidya Universitas Riau?
2.    Bagaimanakah struktur komunitas biota air Danau Kampus Binawidya Universitas Riau?
1.3.  Tujuan
1.    Untuk mengetahui faktor fisika- kimia lingkungan akuatik Danau Kampus Binawidya Universitas Riau.
2.    Untuk mengetahui struktur komunitas biota air Danau Kampus Binawidya Universitas Riau.
1.4.  Manfaat
1.    Memberikan pengetahuan bagi penulis untuk melakukan pengukuran faktor fisika dan kimia.
2.    Memberikan pengetahuan untuk melakukan pencuplikan biota air


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Faktor Fisika-Kimia di Lingkungan Akuatik
Faktor yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisik-kimia perairan. Organisme yang cocok dengan kondisi sifat fisik-kimia tersebutlah yang akan mampu bertahan hidup (Krebs, 1978). Penyebaran jenis dan hewan akuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia, biologisnya (Odum, 1971). Whitton (1975) menambahkan bahwa kehidupan ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut. Faktor yang membedakan kondisi fisika-kimia dari setiap bagian perairan terdiri dari:
2.1.1. Suhu
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan untuk mengkaji gejala-gejala fisika dalam laut dan juga dalam kaitannya dalam kehidupan hewan, bahkan juga untuk kajian meteorology. Suhu air di permukaan laut di Indonesia umumnya berkisar 23 - 31° C. Suhu air di pantai biasanya sedikit lebih tinggi dibandingkan suhu di lepas pantai. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 1993).
Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem airsangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisma sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisma akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat (Barus, 2004).
Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air. Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal. Secara langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan distribusi plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Suhu mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap fitoplankton. Efek langsung yaitu toleransi organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek tidak langsung yaitu melalui lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai batas tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen (Apridayanti, 2008).
2.1.2. Derajat Keasaman air (pH)
Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003). Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2002).
2.1.3. Derajat Kecerahan Air
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air karena sifat air di estuari mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi yang sering di sebut dengan kekeruhan. Perairan estuari yang kekeruhannya tinggi, produktivitasnya akan rendah. Hal ini mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut. Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan seluruh biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota juga akan terancam (Nontji, 1993).


2.1.4. Penentuan Kadar O2 terlarut
Pada perairan yang terbuka, oksigen terlarut berada pada kondisi alami, sehingga jarang dijumpai kondisi perairan terbuka yang miskin oksigen. Walaupun pada kondisi terbuka, kandungan oksigen perairan tidak sama dan bervariasi berdasarkan siklus, tempat dan musim. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian, musiman, pencampuran massa air, pergerakan massa air, aktifitas fotosintesa, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air (Effendi, 2003).
Variasi oksigen terlarut dalam air biasanya sangat kecil sehingga tidak menggangu kehidupan ikan (Brotowidjoyo, 1993). Keberadaan oksigen di perairan sangat penting terkait dengan berbagai proses kimia biologi perairan. Oksigen diperlukan dalam proses oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi berbagai organisme perairan (Dahuri, 2004).
2.1.5. Penentuan Kadar CO2 bebas-terlarut
Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan makro dan mikro organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan. Sumber oksigen terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Fluktuasi harian oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur kimia di perairan (Apridayanti, 2008).
2.2.  Pencuplikan Biota Hewan di Lingkungan Akuatik
Ekosistem perairan tergenang adalah suatu ekosistem yang pada umumnya terdiri dari air tawar, dengan arus yang hanya sedikit atau bahkan tidak ada. Ekosistem ini memiliki residence time lebih besar daripada air mengalir. Air tergenang atau habitat lentik (berasal dari kata lenir yang berarti tenang) (Odum 1971).
Pada ekosistem ini, karena memiliki residence time besar maka lumpur dan materi yang lepas cenderung mengendap didasar, sehingga dasarnya lunak (Odum 1971). Semakin ke tengah, bagian dasarnya semakin lunak/lembut, sehingga perairan tergenang mempunyai batasan yang jelas yaitu batas perairan, pinggir perairan, permukaan air, dan endapan bawah ataupun sifat dasar perairan yang dapat berupa batuan, kerikil, ataupun lumpur.
Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu. Selain itu, danau juga tidak memiliki arus, sehingga residence time-nya lebih lama. Perairan tergenang juga memiliki stratifikasi kualitas air secara vertikal yang tergantung pada kedalaman dan musim. Zonase perairan tergenang terbagi menjadi dua, yaitu zona benthos dan zona kolom air. Berdasarkan tingkat kesuburannya, perairan tergenang dapat dibedakan menjadi oligotrofik (miskin hara), mesotrofik (haranya sedang), eutrofik (kaya unsur hara) (Effendi 2003).
Berdasarkan kebiasaan hidupnya, biota akuatik dibedakan menjadi:
a)    Plankton, yaitu hewan atau tumbuhan (mikroorganisme) yang hidup melayang-layang dalam air. Plankton terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton contohnya: alga mikroskopis (Chlorophyccae, Cyanophyceae, Diatomae), sedangkan zooplankton contohnya: Protozoa serta hewanhewan lain golongan Porifera, Coelenterata, Crustacea, dan lain-lain.
b)    Nekton, yaitu hewan-hewan yang aktif berenang kian kemari umpama ikan, amfibi dan serangga air.
c)     Neuston, yaitu jenis hewan yang beristirahat atau berenang di permukaan air. Contohnya: beberapa jenis insekta yang berenang di dalam atau di permukaan air.
d)    Perifiton, yaitu baik tumbuhan maupun hewan yang melekat atau bertengger pada batang, daun, akar tumbuhan ataupada permukaan benda lain. Contohnya: hydra, ganggang dan tiram.
e)     Bentos, yaitu hewan-hewan yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup pada endapan. Contohnya: siput, kerang, dan cacing. (Anonymous, 2012)
2.2.1. Plankton
Secara sederhana plankton diartikan sebagai hewan dan tumbuhan renik yang terhanyut di laut.  Nama plankton berasal dari akar kata Yunani “planet” yang berarti pengembara. Istilah plankton pertama kali diterapkan untuk organisme di laut oleh Victor Hensen direktur Ekspedisi Jerman pada tahun 1889 (Charton dan Tietjin, 1989).
Plankton terdiri dari dua kelompok besar organisme akuatik yang berbeda yaitu organisme fotosintetik atau fitoplankton dan organisme non fotosintetik atau zooplankton.
2.2.1.1.     Fitoplankton
Fitoplankton adalah organisme yang hidup melayang-layang di dalam air, relatif tidak memiliki daya gerak, sehingga eksistensinya sangat dipengaruhi oleh gerakan air seperti arus, dan lain-lain (Odum 1971).  Menurut Reynolds (1984), fitoplankton yang hidup di air tawar terdiri dari tujuh kelompok besar filum, yaitu: Cyanophyta (alga biru), Cryptophyta, Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta, Pyrrhophyta (dinoflagellates), Raphydophyta, dan Euglenophyta.
Setiap jenis fitoplankton yang berbeda dalam kelompok filum tersebut mempunyai respon yang berbeda-beda terhadap kondisi perairan, sehingga 9 komposisi jenis fitoplankton bervariasi dari satu tempat ke tempat lain (Welch, 1952).
Menurut Welch (1952), plankton air tawar dibedakan menjadi limnoplankton dan rheoplankton.  Limnoplankton adalah plankton yang hidup di perairan tergenang, sedangkan rheoplankton adalah plankton yang hidup di perairan mengalir. Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan adalah arus, kandungan unsur hara, predator, suhu, kecerahan, kekeruhan, pH, gas-gas terlarut,  maupun kompetitor. 
2.2.1.2.     Zooplankton
Zooplankton merupakan plankton hewani yang terhanyut secara pasif karena terbatasnya kempuan bergerak. Berbeda dengan fitoplankton , zooplankton hampir meliputi seluruh filum hewan mulai dari protozoa (hewan bersel tunggal) sampai filum Chordata (hewan bertulang belakang).
2.2.2. Periphyton
Perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau sekitar substrat yang tenggelam.  Substrat tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam, dan kadangkala pada hewan air (Odum 1971).
Menurut Weitzel (1979), perifiton terdiri dari mikroflora yang tumbuh pada semua substrat tenggelam.  Pada umumnya perifiton di perairan mengalir terdiri dari diatom, (Bacillariophyceae), alga biru berfilamen (Myxophyceae), alga hijau berfilamen (Chlorophyceae), bakteri atau jamur berfilamen, protozoa, dan rotifera (tidak banyak pada perairan tidak tercemar), serta beberapa jenis serangga (Welch 1952).  Berdasarkan tipe substrat  tempat menempelnya, perifiton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a)    Epilithic, perifiton yang menempel pada batu.
b)   Epipelic, perifiton yang menempel pada permukaan sedimen.
c)    Epiphytic, perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan daun atau batang tumbuhan.
d)   Epizoic, perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan.
e)    Epidendritic, perifiton yang menempel pada kayu.
f)    Epipsamic, perifiton yang menempel pada permukaan pasir
2.2.3. Benthos
Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang. Bentos hidup di pasir, lumpur, batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati. Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan morfologi fungsional serta tingkah laku hewan bentik.Hal tersebut berkaitan dengan karakteristik serta jenis makanan bentos.
Organisme yang termasuk makrozoobentos diantaranya adalah: Crustacea, Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda dan Annelida. Klasifikasi benthos menurut ukurannya : Makrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih besar dari 1 mm (0.04 inch), contohnya cacing, pelecypod, anthozoa, echinodermata, sponge, ascidian, and crustacea. Meiobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran antara 0.1 - 1 mm, contohnya polychaete, pelecypoda, copepoda, ostracoda, cumaceans, nematoda, turbellaria, dan foraminifera. Mikrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0.1 mm, contohnya bacteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata (Anonymous, 2012).




BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.  Waktu dan Tempat
Kegiatan survey lapangan ini dilakukan pada 04 April 2012 di Danau Kampus Binawidya Universitas Riau dan sampel yang ditemukan diidentifikasi di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Riau.
3.2.  Metode Penelitian
3.2.1. Pengumpulan Data
A.  Alat dan Bahan
1.    Faktor fisika
a.    Pengukuran Suhu Air
1)        Termometer
2)        Botol cuplikan/botol film
b.   Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Air
1)   Kertas indicator universal dengan loncatan skala kecil 0,2 atau 0,5
c.    Pengukuran Derajat Kecerahan Air
1)   Keping Secchi, yang merupakan suatu alat berupa kepingan bulat yang terbuat dari logam atau plexxing glass yang bagian atasnya terdiri dari 4 sektor yang sama, berwarna putih dan hitam selang- seling.
2.    Faktor Kimia
a.    Penentuan Kadar Oksigen Terlarut
1)   DO meter.
b.   Penentuan Kadar CO­­2  bebas terlarut
1)   Larutan NaOH
2)   Indikator fenolftalein
3.    Struktur Komunitas Biota Air
a.    Plankton
1)   Ember plastik berukuran 10 liter
2)   Planktonet no. 25 yang digunakan pada saat penyaringan plankton
3)   Botol film untuk tempat meletakkan sampel plankton
4)   Mikroskop
5)   Cover glass
6)   Object glass
7)   Pipet tetes
8)   Tissue
9)   Larutan fornalin 4 % untuk pengawetan sampel plankton.
b.   Periphython
1)   Botol film untuk tempat meletakkan sampel plankton
2)   Mikroskop
3)   Cover glass
4)   Object glass
5)   Pipet tetes
6)   Tissue
7)   Larutan fornalin 4 % untuk pengawetan sampel periphython.
c.    Benthos
1)   Plastik 2 kg untuk tempat meletakkan sampel periphython
2)   Mikroskop
3)   Cover glass
4)   Object glass
5)   Pipet tetes
6)   Tissue
7)   Larutan fornalin 4 % untuk pengawetan sampel benthos.
B.  Prosedur Penelitian
Adapun jenis metode yang dipakai dalam praktikum ini adalah metode survey, yang mana data yang didapat diperoleh langsung dari lapangan.
C.  Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive random sampling, yaitu penetapan stasiun didasarkan atas perkiraan aktifitas yang terdapat sepanjang Danau Kampus Binawidya Universitas Riau. Lokasi pengambilan sampel ditetapkan menjadi 3 stasiun pada masing-masing stasiun ditentukan tiga titik pengambilan sampel yaitu di ujung danau, pertengahan dan bagian pangkal.
3.2.2. Parameter
Adapun yang menjadi parameter pada pencuplikan hewan biota di lingkungan akuatik adalah:
1)        Keanekaragaman
2)        Kemerataan
3)        Kekayaan jenis
4)        Dominansi
Sedangkan yang menjadi parameter pada pengukuran faktor fisika-kimia adalah:
1)        Suhu
2)        pH
3)        Kecerahan air
4)        Kadar O2
5)        Kadar CO2
3.3.  Analisis Data
3.3.1.      Indeks Keanekaragaman Jenis
Untuk melihat keanekaragaman jenis plankton, periphyton dan benthos digunakan indeks keanekaragaman dengan rumus:
Dimana,
H' = Indeks keanekaragaman jenis
ni       = Jumlah individu jenis ke-i
N       = Total individu

Bila nilai H’ < 1 berarti keanekaragaman rendah
Bila nilai H’ 1-3 berarti keanekaragaman sedang
Bila nilai H’ > 3 berarti keanekaragaman tinggi.

3.3.2.      Indeks Kemerataan
Indeks kemerataan jenis ini digunakan untuk mengetahui penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme. Untuk melihat kemerataan jenis plankton, periphyton dan benthos digunakan dengan rumus:
Dimana,
H` = indeks keanekaragaman
H maks = ln S (jumlah spesies)

Jika nilai E mendekati 0, maka penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama atau tidak merata
Jika nilai E mendekati 1, maka penyebaran individu tiap jenis merata
3.3.3.      Kekayaan jenis
Untuk melihat kemerataan jenis plankton, periphyton dan benthos digunakan dengan rumus:
Dimana,
S = Jumlah total spesies
N = Jumlah total individu

Jika nilai R < 3.5 maka kekayaan jenis yang tergolong rendah,
Jika nilai R = 3.5 – 5.0 maka kekayaan jenis tergolong sedang,
Jika nilai R > 5.0 maka kekayaan jenis tergolong tinggi.
3.3.4.      Indeks Dominansi Jenis
Untuk melihat ada tidaknya jenis yang mendominasi pada suatu ekosistem dapat dilihat dari nilai indeks dominansi dengan rumus sebagai berikut : 
Dimana,
D = Indeks Dominansi
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Total individu

Jika nilai D mendekati 0, maka tidak ada jenis yang mendominansi,
Jika nilai D mendekati 1, maka terdapat jenis yang mendominansi perairan tersebut.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengukuran DO dengan menggunakan Tritasi Winkler
Ulangan
Kadar DO Pada Stasiun (mg/l)
1
2
3
I
5.58
3.77
5.30
II
5.86
5.17
6.56
Rata-Rata
5.72
4.47
5.93
Tabel 2. Pengukuran DCO dengan menggunakan Tritasi Winkler
Ulangan
Kadar DCO Pada Stasiun (mg/L)
1
2
3
I
8
11
12
II
11
12
18
Rata- rata
9.5
11.5
15
Tabel 3. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
NO.
Parameter
Stasiun
I
II
III
1
Suhu (0C)
28
30
30.5
2
Ph
7.98
6
6
3
O2 terlarut (mg/l)
5.72
4.47
5.93
4
CO2 bebas (mg/l)
9.5
11.5
15
5
Kecerahan (cm)
38
57
72
6
Kedalaman (cm)
55
52
72
Tabel 4. Keanekaragaman Jenis Peryphyton di Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
No
SPESIES
STASIUN
1
2
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Anabaena sp
Asterionella sp
Closterium sp
Gloeotrichia sp
Microcystis sp
Navicula sp
Nitzchia sp
Pectinatus sp
Pleurons sp
Spasies A
Spesies B
Spesies C
Spesies D
Spesies E
Spyrogyra sp
Stratostoum sp
Zygnema sp
9
0
12
1
13
0
1
0
0
7
1
0
0
0
6
0
3
0
4
1
0
0
2
33
7
0
11
0
26
1
0
0
13
0
3
9
10
1
0
5
2
12
1
0
4
0
3
0
1
3
1
Total
53
98
55
Tabel 5. Pengukuran Faktor Biologi Periphyton
No.
Karakteristik Komunitas
STASIUN
1
2
3
1
2
3
4
Keanekaragaman (H)
Kemerataan (E)
Kekayaan Jenis  (R)
Dominasi (D)
1.88
0.86
2.01
0.17
1.72
0.78
8.78
0.22
2.23
0.87
2.99
0.13
Tabel 6. Keanekaragaman Jenis Plankton di Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
No
Spesies
Stasiun
1
2
3
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Anabaena sp
Asterionella sp
Bosmina sp
Closterium sp
Copepoda sp
Diaphanosoma sp
Gloetrichia sp
Microcytis sp
Navicula sp
Nitzchia sp
Pectinatus sp
Pleurons sp
Richteriella sp
Spasies A
Spesies B
Spesies C
Spesies D
Spesies E
Spesies F
Spesies G
Spesies H
Spesies I
Spesies J
Spyrogyra sp
Stratostoum sp
Zygnema sp
1
2
0
7
1
2
0
0
9
4
0
0
1
3
0
6
0
0
1
0
0
0
0
0
5
2
0
7
0
28
0
0
0
0
11
52
0
0
1
9
0
15
0
0
3
0
2
1
3
0
30
3
3
16
1
8
0
0
0
1
8
28
0
0
4
17
0
3
0
0
6
0
8
0
0
3
50
11
Total
44
165
167
Tabel 7. Pengukuran Faktor Biologi Plankton
No.
Karakteristik Komunitas
STASIUN
1
2
3
1
2
3
4
Keanekaragaman (H)
Kemerataan (E)
Kekayaan Jenis  (R)
Dominasi (D)
2.30
0.90
3.17
0.12
2.00
0.78
2.35
0.18
2.22
0.82
2.74
0.15
Tabel 8. Keanekaragaman Jenis Benthos di Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
No.
Spesies
Stasiun
1
2
3
1
2
3
4
5
Cacing putih
Cyronomus sp
Spesies A
Spesies B
Spesies C
2
2
1
3
0
0
2
0
0
1
0
1
0
0
0
Total
8
3
1
 Tabel 9. Pengukuran Faktor Biologi Benthos
No.
Karakteristik Komunitas
Stasiun
1
2
3
1
2
3
4
Keanekaragaman (H)
Kemerataan (E)
Kekayaan Jenis  (R)
Dominasi (D)
1.32
0.95
1.44
0.28
0.64
0.92
0.91
0.56
0
0
0
1

4.2.  Pembahasan
4.2.1. Faktor Fisika Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
4.2.1.1.     Suhu
Pada pengamatan yang telah dilakukan, terdapat sedikit perbedaan suhu pada setiap stasiun. Hal ini dikarenakan pada stasiun 1, terdapat banyak pohon di pengggirannya, sehingga penetrasi cahaya matahari ke perairan akan terhalang yang menyebabkan suhu di stasiun 1 lebih kecil dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3.

4.2.2.1.     Derajat Keasaman air (pH)
Nilai pH di Perairan Danau Kampus Binawidya Universitas Riau selama penelitian berkisar antara 6 - 7,89. Menurut Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami.  Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang cukup besar.  Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi fitoplankton di perairan.  Kisaran pH tersebut menurut Effendi (2003) masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup pada pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap asam (pH<6) dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenisnya (Weitzel 1979).

4.2.3.1.     Derajat Kecerahan dan Kedalaman air
Berdasarkan pengamatan, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan derajat kecerahan di setiap stasiun. Dimana pada stasiun 3 memiliki derajat kecerahan lebih tinggi dibanding dengan stasiun 1 dan 2. Berdasarkan teori, semakin dalam suatu perairan, maka akan semakin tinggi tingkat kecerahannya. Namun, pada praktikum ini, terdapat sedikit perbedaan, dimana kedalaman pada stasiun 2 lebih dangkal dibanding stasiun 1. Sedangkan tingkat kecerahan stasiun 2 lebih tinggi dibanding stasiun 1. Hal ini tentu saja berbeda dengan teori yang ada. Namun, hal ini diduga karena adanya kesalahan pada waktu mengukur kedalaman danau dan derajat kecerahan air.
4.2.2. Faktor Kimia Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
4.2.2.1.     Kadar O2 terlarut
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan hasil bahwa stasiun 3 memiliki kadar O2 terlarut lebih banyak di banding stasiun 1 dan 2. Hal ini dikarenakan pada stasiun 3 terdapat banyak jumlah fitoplankton yang merupakan produsen pada ekosistem danau.
4.2.2.2.     Kadar CO2 bebas-terlarut
Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kadar CO2 bebas-terlarut pada stasiun 3 lebih tinggi dibanding stasiun 1 dan 2.

4.2.3. Pencuplikan Biota Hewan di Perairan Danau Kampus Bina Widya Universitas Riau
4.2.3.1.     Periphyton
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan adelam setiap karakteristik komunitasnya, baik dilihat dari segi keanekaraman jenis periphyton, kemerataan, kekayaan jenis, maupun dominasinya.
Untuk keanekaragaman jenis pada setiap stasiun, termasuk dalam kategori keanekaragaman tingkat sedang. Karena berdasarkan indeks keaneragaman yang dihitung, didapatkan hasil pada stasiun 1,2, dan 3 adalah sekitar 1,72-2,23.
Sedangkan untuk kemerataannya, ketiga stasiun ini termasuk dalam golongan yang merata, karena nilai dari indeks kemerataan setiap stasiun mendekati 1.
Untuk kekayaan jenis, stasiun 2 merupakan stasiun dengan tingkat kekayaan jenis yang paling tinggi, yaitu mencapai 8,78. Sedangan untuk stasiun 1 dan 3 tergolong stasiun dengan tingkat kekayaan jenis paling rendah, karena nilai indeks kekayaan jenisnya kurang dari 3,5.
Begitu juga untuk dominasi, ketiga stasiun ini tergolong kedalam stasiun dengan tidak adanya hewan yang mendominansi, karena indeks dominasinya mendekati nol.

4.2.3.2.     Plankton
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan dalam setiap karakteristik komunitasnya, baik dilihat dari segi keanekaraman jenis plankton, kemerataan, kekayaan jenis, maupun dominasinya.
Untuk keanekaragaman jenis pada setiap stasiun, termasuk dalam kategori keanekaragaman tingkat sedang. Karena berdasarkan indeks keaneragaman yang dihitung, didapatkan hasil pada stasiun 1,2, dan 3 adalah sekitar 2,00-2,30.
Sedangkan untuk kemerataannya, ketiga stasiun ini termasuk dalam golongan yang merata, karena nilai dari indeks kemerataan setiap stasiun mendekati 1.
Begitu juga untuk kekayaan jenis, ketiga stasiun tergolong stasiun dengan tingkat kekayaan jenis paling rendah, karena nilai indeks kekayaan jenisnya kurang dari 3,5.
Dan untuk dominasi, ketiga stasiun ini tergolong kedalam stasiun dengan tidak adanya hewan yang mendominansi, karena indeks dominasinya mendekati nol.
4.2.3.3.     Benthos
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa adanya perbedaan dalam setiap karakteristik komunitasnya, baik dilihat dari segi keanekaraman jenis benthos, kemerataan, kekayaan jenis, maupun dominasinya.
Untuk keanekaragaman jenis pada stasiun 2 dan 3 , termasuk dalam kategori keanekaragaman tingkat rendah, karena berdasarkan indeks keaneragaman yang dihitung, didapatkan hasil kurang dari 1. Sedangkan untuk stasiun 1 termasuk dalam kategori dengan tingkat sedang, karena indeks keaneragaman lebih dari 1.
Sedangkan untuk kemerataannya, pada stasiun 1 dan 2 termasuk dalam golongan yang merata, karena nilai dari indeks kemerataan setiap stasiun mendekati 1.
Begitu juga untuk kekayaan jenis, ketiga stasiun tergolong stasiun dengan tingkat kekayaan jenis paling rendah, karena nilai indeks kekayaan jenisnya kurang dari 3,5.
Dan untuk dominasi, ketiga stasiun ini tergolong kedalam stasiun dengan tidak adanya hewan yang mendominansi, karena indeks dominasinya mendekati nol.






BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat dari hasil dan pembahasan, adalah:
1)        Yang merupakan contoh faktor fisika dari lingkungan akuatik adalah suhu, derajat kecerahan, derajat keasaman (pH), dan kedalaman danau.
2)        Faktor kimia lingungan akuatik adalah kadar O2 terlarut dan kadar CO2 bebas-terlarut
3)        Faktor fisika-kimia di lingkungan akuatik sangat memiliki pengaruh terhadap kehidupan organisme di dalamnya. Misalnya semakin tinggi tingkat kecerahan, maka semakin banyak komposisi jenis yang ditemukan.
4)        Berdasarian cara hidupny, biota hewan akuatik dibedakan menjadi Plankton, Periphyton, Benthos, Nekton, dan Neuston.
5)        Plankton merupakan organisme yang melayang-layang di dalam air dan gerakannya kurang lebih tergantung pada arus. Beberapa organisme zooplankton ada yang menunjukan gerakan berenang yang aktif yang membantu mempertahankan posisi vertikal.
6)        Benthos merupakan organisme yang melekat atau sedang beristirahat pada dasar perairan atau yang hidup di dalam sedimen di dasar perairan.
7)        Periphyton merupakan organisme baik hewan atau tumbuhan yang melekat di dalam air atau permukaan lain yang ada di atas dasar perairan.
8)        Nekton merupakan organisme yang mampu berenang serta dapat menentukan arah sesuai dengan kehendak, dengan demikian dapat menghindari diri dari penangkapan atau memburu mangsa.
9)        Neuston merupakan organisme yang berenang atau sedang beristirahat di permukaan air


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_X_EKOSISTEM DAN_KONSERVASI. diakses tanggal 24 Februari 2012
Anonymous. 2012. http://ostracion.blogspot.com/2010/04/bentos.html. diakses tanggal 24 Februari 2012
Barus, T.A., 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta.
______, 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.  USU Press. Medan
Brotowidjoyo, M. D. 1993. Zoologi Dasar. Cetakan Kedua. Jakarta: Erlangga
Charton, B dan J. Tietjen. 1989. Seas and Oceans. Collin. Glassglow and London.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut ; Aset Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Periaran. Kanisius: Yogyakarta
Krebs, C. J. 1985. Ecology Experimental Analysis of Distribution Abudance.  Philadelphia: Harper & Row Publisher.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W. B. Sounder Co. Philadelphia
Reynolds, C. S. 1984. The Ecology of Freshwater Phytoplankton. Cambridge University Press. Cambridge
Weitzel, R. L. 1979. Methods and Measuremants of Perifiton Communities: A Review American Society for Testing and Materials. Philadelphia
Welch, P. S. 1952. Limnology. Second edition. McGraw Hill International BookCompany. New York
Whitton, B. A. 1975. River Ecology. Blackwell Scientific Publications. Oxford. London

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my signature