Jumat, 15 Juni 2012

PENGARUH KINETIN TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI KACANG HIJAU DAN PADI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan embrio di dalam biji. Di dalam proses perkecambahan terdapat proses pertumbuhan dan perkembangan, yang mana pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah sel pada suatu organisme yang diikuti dengan pertambahan berat tubuh dan perubahan bentuk serta diferensiasi.
Pada praktikum kali ini, kami ingin melihat pengaruh kinetin terhadap perkecambahan biji kacang hijau dan biji padi yang mana dilakukan dengan perlakuan yang berbeda-beda yaitu 0ppm, 10ppm, 20ppm, 30ppm, 40ppm, dan 50ppm. Hal ini dilakukan untuk membuktikan apakah kinetin bisa mempercepat pembelahan sel dan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas-tunas serta akar.
1.2    TUJUAN PRAKTIKUM
Melihat pengaruh kinetin terhadap perkecambahan biji kacang hijau dan padi.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    KAJIAN TEORI
Perkecambahan merupakan kejadian yang dimulai dengan imbibsi dan diakhiri dengan radikula (akar lembaga; atau pada beberapa biji kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit biji. (Salisbury. 1995)
Perkecambahan merupakan permulaan kembali pertumbuhan embrio di dalam biji. Yang diperlukan adalah suhu yang cocok , dan persediaan oksigen yang cukup. Terbuka terhadap cahaya untuk waktu yang sesuai juga merupakan persyaratan untuk perkecambahan untuk beberapa kasus. (Kimball. 1983)
Proses pertumbuhan ini disebabkan adanya pertambahan jumlah sel tumbuhan. Pertambahan jumlah sel karena adanya peristiwa pembelahan sel meristematik yaitu mitosis. Mitosis dapat dirangsang oleh hormon kinetin yang merupakan turunan dari sitokinin. Kinetin adalah suatu hormon sitokonin yang pertama kali ditemukan dalam batang tembakau. Kinetin ini mempercepat pembelahan sel dan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas-tunas serta akar. (Wilkins. 1992)
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tubuh tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. (Salisbury. 1995)
Hormon yang mengontrol pertumbuhan suatu pertumbuhan dapat juga diartikan juga sebagai zat organik yang dihasilkan oleh jaringan tertentu dan diedarkan ke jaringan lainnya sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanpa adanya suatu tanaman akan terhambat, kemudian selanjutnya bekerja melalui suatu cara yang spesifik pada konsentrasi yang rendah untuk mengatur pertumbuhan, perkecambahan dan metabolisme. (Dwijoseputro. 1991)
Sebagai salah satu hormon yang berperan dalam mengatur tumbuhan, sitokinin dan kinetin merupakan salah satu hormon yang dapat merangsang dan meningkatkan kadar cepat sintesis protein. Sintesis protein meningkat dengan cara merangsang pembentukan RNA yang mengkode protein. Pada sel yang mendapat rangsangan ribosom seringkali berkelompok dalam suatu polisom-polisom yang besar mensintesis protein dan tidak dalam bentuk polisom yang kecil atau ribosom. Dengan demikian sitokinin dan kinetin dapat memperlambat proses dan meningkat kadar cepat sintesis protein. (Sastramihardja. 1996)
Definisi sitokinin dikaitkan dengan peranan sitokinin dalam merangsang proses pembentukan sitokinesis (pembelahan sel). Pada jaringan ini sebagaimana halnya pembiakan diri jaringan empelur ke batang. Sitokinin atau kinetin merupakan jaringan atau senyawa yang merangsang pembelahan sel. (Lakitan. 2007)
Kinetin mempunyai fungsi utama yaitu dalam hal pembelahan sel dan pembentukan organ. Dengan bantuan IAA sitokinin atau kinetin mempercepat pembentukan tumor pada akar, dalam hal ini pembentukan tumor pada pangkal tangkai daun sehingga mampu melancarkan masukanya air dan zat terlarut didalamnya untuk kepentingan metabolisme sel. Kinetin dapat merangsang pembelahan sel dan pembesaran sel pada diskus daun yang layu, perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil, memacu perkembangan lanjut etioplas menjadi kloroplas khususnya mendorong pembentukan grana, setelah itu kinetin meningkatkan pembentukan klorofil. Sebagai salah sau hormon yang berperan dalam mengatur tumbuhan sitokinin dan kinetin merupakan salah satu hormon yang dapat merangsang dan meningkatkan kadar cepat sintesis protein. Sintesis protein meningkat dengan cara merangsang pembentukan RNA yang mengkode protein. Dengan demikian sitokinin dan kinetin dapat memperlambat proses dan meningkat kadar cepat sintesis protein. (Sasmitamihardja. 1996)
2.2    HIPOTESIS
Adanya pengaruh kinetin terhadap perkecambahan biji kacang hijau dan padi.



BAB III
METODE

3.1    ALAT DAN BAHAN
·      Alat
·      Cawan petri
·      Kertas saring
·      Gunting
·      Bahan
·      Larutan kinetin 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm
·      Biji kacang hijau
·      Padi
·      Aquades
3.2    CARA KERJA
1.    Disiapkan larutan kinetin 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm, masing-masing 60 ml.
2.    Masing-masing konsentrasi larutan yang bervolume 30 ml dimasukkan ke dalam 6 buah cawan Petri (setiap cawan Petri berisi 10 ml larutan) dan diberi label.
3.    Dimasukkan kertas saring ke dalam cawan petri yang telah berisi larutan
4.    Dimasukkan biji kacang hijau dan padi pada masing-masing cawan petri sebanyak 10 buah.
5.    Hitung persentase biji yang berkecambah.



BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1    HASIL PENGAMATAN
Pengaruh Kinetin terhadap Perkecambahan Biji Kacang Hijau dan Padi
Larutan Kinetin (ppm)
Perkecambahan
Kacang Hijau
Padi
Σ
%
Σ
%
0
H1 = 9 biji mulai berkecambah dengan panjang 1cm
H2 = 10 biji sudah   berkecambah (9 biji= 1,3cm. 1 biji = 0,5cm)
H3 = 10 biji berkecambah (4 biji berkecambah panjang dan yang lainnya pertumbuhan kecambah pendek)
H4 = 10 biji berkecambah (4 biji berkecambah panjang→1 berpucuk dan yang lainnya pertumbuhan kecambah pendek)
H5 = 10 biji berkecambah (4 biji berkecambah panjang→2 berpucuk dan yang lainnya berkecambah pendek→1 berpucuk)
H6 = 10 biji berkecambah panjang  dan 4 yang berpucuk
H7 = semua keadaan masih seperti hari keenam namun, kecambah mulai kering dan hampir mati
90%


100%


100%



100%




100%




100%

100%


H1 = -


H2 = -


H3 = -



H4 = -




H5 = -




H6 = -

H7 = -
-


-


-



-




-




-

-
10
H1 = 10 biji berkecambah dengan panjang rata-rata 1cm
H2 = 10 biji berkecambah dengan panjang 1,5cm
H3 = 10 biji berkecambah (5 biji berkecambah panjang, yang lainnya berkecambah pendek)
H4 = 10 biji berkecambah (5 biji berkecambah panjang→1 berpucuk, yang lainnya berkecambah pendek)
H5 = 10 biji berkecambah (5 biji berkecambah panjang→2 berpucuk, yang lainnya pertumbuhan kecambah pendek)
H6 = 10 biji berkecambah panjang dan 3 yang berpucuk
H7 = semua keadaan masih seperti hari kelima namun, kecambah mulai kering dan hampir mati
100%

100%

100%



100%



100%




100%

100%


H1 = -

H2 = -

H3 = -



H4 = -



H5 = -




H6 = -

H7 = -
-

-

-



-



-




-

-
20
H1 = 8 biji berkecambah dengan panjang 1cm
H2 = 9 biji berkecambah (8 biji=1,7cm. 1  biji= 0,5cm)
H3 = 9 biji berkecambah (6 biji berkecambah panjang, 3 berkecambah pendek)
H4 = 9 biji berkecambah (6 biji berkecambah panjang→2 berpucuk, 3 berkecambah pendek)
H5 = 9 biji berkecambah (6 biji berkecambah panjang→3 berpucuk, dan 3 berkecambah pendek)
H6 = 9 biji berkecambah panjang dan 4 berpucuk
H7 = semua keadaan masih seperti hari kelima namun, kecambah mulai kering dan hampir mati
80%

90%

90%


90%



90%



90%

90%

H1 = -

H2 = -

H3 = -


H4 = -



H5 = -



H6 = 2

H7 = 2
-

-

-


-



-



20%

20%
30
H1 = 8 biji berkecambah dengan panjang rata-rata 1cm, 2 biji sudah mulai keluar akar
H2 = 10 biji berkecambah (8 biji panjang rata-rata 1,8cm dan 2 biji panjang rata-rata 0,7cm)
H3 = 10 biji berkecambah, kotiledon belum lepas semua
H4 = 10 biji berkecambah panjang-panjang→1 berpucuk
H5 = 10 biji berkecambah panjang-panjang→3 berpucuk
H6 = 10 biji berkecambah panjang-panjang→8 berpucuk
H7 = semua keadaan masih seperti hari kelima namun, kecambah mulai kering dan hampir mati
80%




100%


100%

100%

100%

100%

100%
H1 = -




H2 = -


H3 = -

H4 = -

H5 = -

H6 = -

H7 = -
-




-


-

-

-

-

-
40
H1 = 9 biji sudah tumbuh akar dan kotiledon pecah
H2 = 9 biji berkecambah
H3 = 9 biji berkecambah (1 biji berkecambah panjang, 8 biji kecambah pendek)
H4 = 9 biji berkecambah (1 biji berkecambah panjang dan berpucuk, dan 8 biji kecambah pendek→1 berpucuk)
H5 = 9 biji berkecambah (1 biji berkecambah panjang dan berpucuk, dan 8 biji kecambah pendek→3 berpucuk)
H6 = 9 biji berkecambah (1 biji berkecambah panjang dan berpucuk, dan 8 biji kecambah pendek→5 berpucuk)
H7 = semua keadaan masih seperti hari keenam namun, kecambah mulai kering dan hampir mati
90%

90%
90%


90%



90%



90%



90%

H1 = -

H2 = -
H3 = -


H4 = -



H5 = -



H6 = -



H7 = -
-

-
-


-



-



-



-

50
H1 = 9 biji sudah tumbuh akar dan kotiledon pecah

H2 = 10 biji berkecambah

H3 = 10 biji berkecambah (4 biji berkecambah panjang, 6 biji berkecambah pendek)

H4 = 10 biji berkecambah (4 biji berkecambah panjang→2 telah berpucuk, 6 biji berkecambah pendek)

H5 = 10 biji berkecambah (4 biji jadi berkecambah panjang→4 telah berpucuk, 5 biji pertumbuhan kecambahnya pendek→2 telah berpucuk, 1 berkecambah sangat pendek)

H6 = 10 biji berkecambah (4 biji jadi berkecambah panjang→4 telah berpucuk, 6 biji berkecambah pendek→4 telah berpucuk)

H7 = semua keadaan masih seperti hari keenam namun, kecambah mulai kering dan hampir mati

90%


100%

100%



100%




100%







100%





100%




H1 = -


H2 = -

H3 = -



H4 = -




H5 = -







H6 = -





H7 = 1
-


-

-



-




-







-





10%

4.2    PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa kinetin berpengaruh pada perkecambahan biji kacang hijau dan biji padi. Namun, perlakuan dengan konsentrasi larutan kinetin yang berbeda akan menunjukkan hasil/ jumlah perkecambahan yang berbeda pula. Ini dapat dibuktikan dengan mengembangnya biji dan keluarnya radikula dari biji kacang hijau yang berbeda pada perlakuan yang berbeda.
Perkecambahan merupakan kejadian yang dimulai dengan imbibsi dan diakhiri dengan radikula (akar lembaga; atau pada beberapa biji kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit biji. (Salisbury. 1995)
Dari tabel dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar biji kacang hijau mengalami perkecambahan. Namun tidak pada biji padi. Hal ini dikarenakan biji kacang hijau mengandung banyak protein yang dapat dilewati air (larutan kinetin), sehingga air mudah masuk ke dalam biji kacang hijau dan terjadilah proses imbibisi.
Air yang masuk secara imbibisi akan melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm. (Firdaus, dkk. 2006)
Biji yang mempunyai kadar protein yang tinggi menyerap lebih cepat sampai tingkat tertentu dibandingkan dengan biji yang kadar karbohidratnya tinggi atau kadar minyaknya tinggi. (Firdaus, dkk. 2006)
Sedangkan pada biji padi, hampir sebagian besar biji padi tidak berkecambah. Hal ini dapat terjadi diperkirakan karena biji padi memiliki kulit yang tebal dan sangat keras, sehingga menyulitkan air (larutan kinetin) untuk masuk ke dalam biji.
Menurut Santoso (1990), Imbibisi air oleh biji menyebabkan berlangsungnya reaksi kimia sehingga perkecambahan terjadi dengan adanya penembusan radial kulit biji dan pelepasan posfat dan kation dari vitin juga berlangsung segera setelah perkecambahan dan sebagian ion diangkut oleh tumbuhan lewat floem.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji adalah Permeabilitas kulit biji atau membrane biji. Yang mana ada biji yang kulitnya keras dan ada pula kulit biji yang lunak dan permiabel. (Firdaus, dkk. 2006)



BAB V
KESIMPULAN

5.1    Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa:
ü Kinetin berpengaruh terhadap perkecambahan biji kacang hijau dan biji padi
ü Perlakuan dengan konsentrasi larutan kinetin yang berbeda akan menunjukkan hasil/ jumlah perkecambahan yang berbeda pula.
ü  Perkecambahan merupakan permulaan kembali pertumbuhan embrio di dalam biji.
ü  Proses pertumbuhan disebabkan adanya pertambahan jumlah sel tumbuhan.
ü  Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tubuh tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis
ü  Kinetin dapat mempercepat pembelahan sel dan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas-tunas serta akar.


DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, 1991. Pengantar fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta
Kimball, John. 1983. Biologi jilid II edisi ke lima. Erlangga. Jakarta
Lakitan, benyamin. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Salisbury, FB., Ross, CW., 1995 . Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung
Santoso. 1990. Fisiologi Tumbuhan. UGM Press: Yogyakarta
Sasmitamiharja, D.,1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan PMIPA ITB. Bandung
Wilkins, M. B. 1992. Fisiologi Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my signature