KONSENTRASI SEL DARAH DAN RESPIRASI SERANGGA
PENDAHULUAN
A.
TEORI
DASAR
a.
Respirasi (Respirasi Serangga)
Energi bebas diperlukan serangga
untuk kelangsungan fungsi-fungsi hiup serangga, dan hal itu di dapatkan
sebagian besar dari oksidasi nutrien. Suplai oksigen untuk keperluan ini
didapatkan melalui respirasi. Respirasi meliputi pengambilan, transport, dan penggunaan
oksigen oleh sel-sel dan jaringan dan pemindahan karbondioksida dari tubuh.
Pada serangga, cara respirasi utamanya adalah mellaui difusi gas-gas dari udara
secara langsung melewati membran menuju sel-sel. (Hadi, dkk. 2009)
Sistem trakea merupakan ciri khas
berbagai serangga dan araknida. Sistem trakea adalah sebuah sistem
tabung-tabung yang menyebar ke seluruh tubuh organisme dan mengangkut udara ke
sel-sel individual. Sistem tersebut analog dengan stomata dan ruang udara pada
daun tumbuhan hijau. Tabung-tabung yang lebih besar dikenal sebagai trakea dan
berasal dari bukaan-bukaan di sepanjang permukaan tubuh, yang disebut dengan
spirakula (spiracle). Spirakula dapat membuka dan menutup sesuai dengan kerja
katup-katup. Trakea yang besar dijaga tetap sebagai tabung-tabung terbuka oleh
cincin-cincin penyangga dari kitin, suatu polisakarida mengandung nitrogen yang
kokoh, yang juga ditemukan pada dinidng sel fungi. Sistem trakes sebenarnya
merupakan pengganti bagi distribusi gas yang diangkut darah ke dan dari
organ-organ respiratoris. (Fried, dkk.
2005)
Sistem trakea belalang cukup khas
seperti yang terdapat pada semua serangga. Trakea-trakea bermuara pada
lubang-lubang kecil pada eksoskleton yang disebut spirakel. Pada segmen pertama
dan ketigadari toraks (dada) terdapat dua spirakel, masing-masing satut pada
setiap sisi. Delapan pasang spirakel lainnya terdapat teratur sebaris pada
setiap abdomen (perut). Spirakel-spirakel tersebut dilindungi oleh bulu-bulu
kejur yang membantu menapis debu dan benda asing lainnya dari udara sebellum
masuk ke dalam trakea. Spirakel-spirakel tersebut juga dilindungi oleh
katup-katup. Katup-katup ini dikontrol oleh otot-otot, sehingga belalang dapat mengatur pembukaan dan penutupan
spirakel-spirakel tersebut.
Spirakel-spirakel menuju ke
tabung-tabung trakea utama yang selanjutnya menuju ke cabang-cabang yang lebih
halus. Cabang-cabang ini menembus ke setiap bagian dari badan serangga.
Diameternya bagian terujung hanya 0,1 µm. Ujung
ini mengandung cairan. Oksigen yang berdifusi melalui sistem tersebut, larut
dalam cairan, ekmudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya.
Kontraksi otot pada perut belalang
memipihkan organ-organ interna dan emndesak keluar. Ketika otot-otot kendur,
perut kembali pada volumenya yang normal, maka udara dihirup ke dalam sistem
tersebut. Kantung-kantung hawa yang besar yang melekat pada bagian-bagian dari
tabung-tabung trakea utama, meningkatkan keaktifan gerakan seperti embusan. (Kimball. 1983)
b. Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan
kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. (Kashiko.2000:389)
Darah
merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang
disebut plasma. Secara keseluruhan darah
dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya
terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi inteseluler yang berbentuk plasma.
Secara fungsionalpun darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan
seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan integritas. (Subowo. 1992)
Sel
darah merah (eritrosit). Sel-sel darah merah berbentuk cakra atau bikonkaf
dengamn diameter 7.5 µm dan ketebalan di tepi 2 µm. Di bagian tengah cakra
tersebut lebih tipis, yaitu 1 µm dari bagian tepinya. Bentuk bikonkaf yang
menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah. (Kimball. 1983)
Bentuk
bikonkaf dari eritrosit ternyata lebih menguntungkan daripada bentuk sebagai
bola bagi pelaksanaan fungsinya karena bertambah luasnya permukaan menjadi
20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2. Lagi pula
bentuk yang lebih pipih akan memperpendek jarak antara pusat sel dan
lingkungannya sehingga dapat mempercepat pertukaran oksigen.
Tidak
adanya inti sel eritrosit akan membeikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb
sehingga oksigen lebih banyak diikat.
Eritrosit
mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang
dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen. (Subowo. 1992)
B.
Tujuan
I.
Judul :
Respirasi (Respirasi Serangga)
Tujuan : Mengukur
penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan
alat respirometer.
II. Judul : Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
Tujuan : Memahami
proses osmoregulasi dengan mengukur konsentrasi sel darah dalam berbagai macam
media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda.
ALAT
DAN BAHAN & CARA KERJA
A.
ALAT
DAN BAHAN
Percobaan I: Respirasi (Respirasi
Serangga)
v KOH
20%
v Metilen
Blue
v Vaselin
v Kapas
v Pipet
tetes
v Respirometer
v Kasa
plastik
Percobaan II:
Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
v Larutan
NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, dan 1,0%
v Darah
katak
v Darah
manusia
v Kloroform
v Alkohol
96%
v Antikoagulan
Na-sitrat
v Objek
glass dan cover glass
v Mikroskop
v Lancet
v Kapas
v Syring
B.
CARA
KERJA
Percobaan I: Respirasi (Respirasi
Serangga)
ü Dimasukkan
segumpal kapas kecil ke dalam tabung spesimen
ü Diteteskan
kapas tersebut dengan larutan KOH hingga jenuh
ü Diletakkan
guntingan kasa plastik pada kapas tersebut untuk menghindari terjadinya kontak
langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH
ü Diolesi
vaselin pada tepi tabung spesimen agar oksigen tidak masuk ke dalam tabung
spesimen
ü Dimasukkan
seekor hewan percobaan (belalang/jangkrik) ke dalam tabung spesimen
ü Dimasukkan
secara perlahan metilen blue pada ujung respirometer sehingga panjangnya
sekitar 1 cm di dalam tabung resporimeter tersebut.
Percobaan II: Osmoregulasi
(Konsentrasi Sel Darah)
ü Diletakkan
setetes darah katak pada objek glass
ü Ditambahkan
beberapa tetes larutan NaCl 0,2%
ü Ditutup
objek glass dengan cover glass
ü Diamati
di bawah mikroskop
ü Ulangi
langkah kerja di atas untuk larutan-larutan NaCl yang berbeda konsentrasi,
begitu juga dengan darah manusia.
ü Dibuat
gambar dari masing-masing sel darah yang sudah di amati tadi.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENGAMATAN
Percobaan I: Osmoregulasi
(Konsentrasi Sel Darah)
a.
Belalang
Waktu (t)
|
Jarak (s)
|
Kecepatan (v)
|
3 menit
|
0,97
|
0,32
|
6 menit
|
1,97
|
0,33
|
9 menit
|
2,8
|
0,31
|
12 menit
|
3,4
|
0,28
|
15 menit
|
3,9
|
0,26
|
b.
Jangkrik
Waktu (t)
|
Jarak (s)
|
Kecepatan (v)
|
3 menit
|
0,8
|
0,27
|
6 menit
|
1,7
|
0,28
|
9 menit
|
2,5
|
0,28
|
12 menit
|
3
|
0,25
|
15 menit
|
3,5
|
0,23
|
Percobaan
II: Struktur Sel Darah
Konsentrasi NaCl
|
Manusia
|
Katak
|
0,2%
|
Sangat Menggembung
|
Sangat Menggembung
|
0,4%
|
Agak Menggembung
|
Menggembung
|
0,6%
|
Menggembung
|
Isotonis
|
0,9%
|
Isotonis
|
Mengkerut
|
1,0%
|
Mengkerut
|
Sangat Mengkerut
|
B.
PEMBAHASAN
Percobaan I: Respirasi
(Respirasi Serangga)
Pada
percobaan yang dilakukan pada serangga yang dimasukkan ke dalam respirometer,
yang dalam hal ini digunakan belalang dan jangkrik, dapat diketahui bahwa
terdapat perbedaan antara jumlah oksigen yang digunakan oleh belalang dan
jangkrik.
Perbedaan
ini disebabkan oleh berbedanya
spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitasnya. Pada belalang, lebih banyak
mengkonsumsi oksigen dibandingkan dengan jangkrik.
Selain itu, kecepatan pernafasan yang
ditunjukkan oleh belalang dan jangkrik juga mengalami penuruan pada menit ke-9,
12, dan 15. Hal ini dikarenakan belalang dan jangkrik menjadi lemah karena
kekurangan oksigen.
Dalam percobaan ini digunakan KOH
untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari metilen blue benar-benar hanya
disebabkan oleh konsumsi oksigen.
Percobaan II: Osmoregulasi
(Konsentrasi Sel Darah)
Pada percobaan osmoregulasi tentang konsentrasi
sel darah manusia dan katak, dapat dilihat bahwa adanya pengaruh konsentrasi
NaCl terhadap perubahan sel darah manusia dan katak.
Pada perlakuan darah manusia ditetesi dengan larutan NaCl
0,2%, kemudian diamati di bawah mikroskop, didapatkan hasil bahwa sel darah
manusia berubah menjadi sangat menggembung. Hal ini dikarenakan oleh keadaan
luar sel (larutan NaCl 0,2%) lebih hypotonis dibanding dengan di dalam sel
darah. Begitu juga halnya dengan darah manusia yang ditetesi larutan NaCl 0,4%,
dan 0,6%. Namun terjadi sedikit perbedaan yang mana pada sel darah yang
ditetesi dengan larutan NaCl 0,4% bentuknya agak sedikit lebih kecil dibanding
dengan yang ditetesi larutan NaCl 0,2%. Dan juga ditetesi dengan larutan NaCl
0,6%.
Untuk perlakuan darah manusia ditetesi dengan larutan NaCl
0,9%, yang kemudian diamati di bawah mikroskop, dapat dilihat bahwa keadaan sel
darah merah tetap atau normal. Hal ini disebabkan karena antara konsentrasi di
dalam sel darah dan konsentrasi di luar sel darah (larutan NaCl 0,9%) sama atau
disebut juga isotonis, yang menyebabkan tidak terjadinya perubahan bentuk pada
sel darah.
Berbeda halnya untuk perlakuan darah manusia yang ditetesi
dengan larutan NaCl 1,0%, setelah di amati, dapat dilihat bahwa sel darah
menjadi mengkerut. Hal ini disebabkan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl 1,0%)
lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah, sehingga menyebabkan sel
darah manusia mengalami krenasi (mengkerut).
Sedangkan pada perlakuan katak yang ditetesi dengan larutan
NaCl 0,2%, kemudian diamati di bawah mikroskop, didapatkan hasil bahwa sel
darah katak berubah menjadi sangat menggembung. Hal ini dikarenakan oleh
keadaan luar sel (larutan NaCl 0,2%) lebih hypotonis dibanding dengan di dalam
sel darah. Begitu juga halnya dengan darah manusia yang ditetesi larutan NaCl
0,4%. Namun terjadi sedikit perbedaan yang mana pada sel darah yang ditetesi
dengan larutan NaCl 0,4% bentuknya agak sedikit lebih kecil dibanding dengan
yang ditetesi larutan NaCl 0,2%.
Untuk perlakuan darah katak yang ditetesi dengan larutan
NaCl 0,6%, yang kemudian diamati di bawah mikroskop, dapat dilihat bahwa
keadaan sel darah merah tetap atau normal. Hal ini disebabkan karena antara
konsentrasi di dalam sel darah dan konsentrasi di luar sel darah (larutan NaCl
0,6%) sama atau disebut juga isotonis, yang menyebabkan tidak terjadinya
perubahan bentuk pada sel darah.
Berbeda halnya untuk perlakuan darah katak yang ditetesi
dengan larutan NaCl 0,9%, dan 1,0%, setelah di amati, dapat dilihat bahwa sel
darah menjadi mengkerut. Hal ini disebabkan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl
1,0%) lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah, sehingga
menyebabkan sel darah manusia mengalami krenasi (mengkerut). Namun, pada
larutan NaCl 1,0%, sel darah menjadi sangat mengkerut di banding dengan yang
ditetesi 0,9%.
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan tentang darah dan
peredarannya, dapat disimpulkan bahwa:
ü Sistem trakea adalah sebuah sistem
tabung-tabung yang menyebar ke seluruh tubuh organisme dan mengangkut udara ke
sel-sel individual.
ü Beberapa faktor yang mempengaruhi
laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan
aktivitas.
ü Osmoregulasi
adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh,
didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
ü Darah
manusia yang ditetesi larutan NaCl 0,2%, 0,4%, dan 0,6% akan menggembung karena
larutan NaCl dengan konsentrasi tersebut lebih hypotonis dibanding dengan di
dalam sel darah manusia. Sedangkan jika ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%,
bentuk sel darah akan tetap atau tidak mengalami perubahan, karena bersifat
isotonis. Namun, sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 1,0%, akan
mengalami krenasi (mengkerut) karena larutan NaCl 1,0% lebih hypertonis
dibanding dengan di dalam sel darah merah.
ü Darah
katak yang ditetesi larutan NaCl 0,2%, dan 0,4%, akan menggembung karena
larutan NaCl dengan konsentrasi tersebut lebih hypotonis dibanding dengan di
dalam sel darah katak. Sedangkan jika ditetesi dengan larutan NaCl 0,6%, bentuk
sel darah akan tetap atau tidak mengalami perubahan, karena bersifat isotonis.
Namun, sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%, dan 1,0%, akan
mengalami krenasi (mengkerut) karena larutan NaCl 0,9%, dan 1,0% lebih
hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
Fried, G.H., and Hademenos, G.J.,.
2005. Schaum’s Outlines of Biologi Edisi
kedua. Erlangga. Jakarta
Hadi, M., Tarwidjo, U., dan Rahadian, R.,. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Kashiko. 2000. Kamus Lengkap Biologi. Kashiko Press. Bandung
Kimball, JW., 1983. Biologi
jilid II edisi ke lima. Erlangga. Jakarta
Subowo. 1992. Histologi
Umum. Bumi Aksara. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar