Jumat, 15 Juni 2012

Respirasi dan Osmoregulasi


KONSENTRASI SEL DARAH DAN RESPIRASI SERANGGA
PENDAHULUAN
A.      TEORI DASAR
a.    Respirasi (Respirasi Serangga)
Energi bebas diperlukan serangga untuk kelangsungan fungsi-fungsi hiup serangga, dan hal itu di dapatkan sebagian besar dari oksidasi nutrien. Suplai oksigen untuk keperluan ini didapatkan melalui respirasi. Respirasi meliputi pengambilan, transport, dan penggunaan oksigen oleh sel-sel dan jaringan dan pemindahan karbondioksida dari tubuh. Pada serangga, cara respirasi utamanya adalah mellaui difusi gas-gas dari udara secara langsung melewati membran menuju sel-sel. (Hadi, dkk. 2009)
Sistem trakea merupakan ciri khas berbagai serangga dan araknida. Sistem trakea adalah sebuah sistem tabung-tabung yang menyebar ke seluruh tubuh organisme dan mengangkut udara ke sel-sel individual. Sistem tersebut analog dengan stomata dan ruang udara pada daun tumbuhan hijau. Tabung-tabung yang lebih besar dikenal sebagai trakea dan berasal dari bukaan-bukaan di sepanjang permukaan tubuh, yang disebut dengan spirakula (spiracle). Spirakula dapat membuka dan menutup sesuai dengan kerja katup-katup. Trakea yang besar dijaga tetap sebagai tabung-tabung terbuka oleh cincin-cincin penyangga dari kitin, suatu polisakarida mengandung nitrogen yang kokoh, yang juga ditemukan pada dinidng sel fungi. Sistem trakes sebenarnya merupakan pengganti bagi distribusi gas yang diangkut darah ke dan dari organ-organ respiratoris. (Fried, dkk. 2005)
Sistem trakea belalang cukup khas seperti yang terdapat pada semua serangga. Trakea-trakea bermuara pada lubang-lubang kecil pada eksoskleton yang disebut spirakel. Pada segmen pertama dan ketigadari toraks (dada) terdapat dua spirakel, masing-masing satut pada setiap sisi. Delapan pasang spirakel lainnya terdapat teratur sebaris pada setiap abdomen (perut). Spirakel-spirakel tersebut dilindungi oleh bulu-bulu kejur yang membantu menapis debu dan benda asing lainnya dari udara sebellum masuk ke dalam trakea. Spirakel-spirakel tersebut juga dilindungi oleh katup-katup. Katup-katup ini dikontrol oleh otot-otot, sehingga belalang  dapat mengatur pembukaan dan penutupan spirakel-spirakel tersebut.
Spirakel-spirakel menuju ke tabung-tabung trakea utama yang selanjutnya menuju ke cabang-cabang yang lebih halus. Cabang-cabang ini menembus ke setiap bagian dari badan serangga. Diameternya bagian terujung hanya 0,1 µm. Ujung ini mengandung cairan. Oksigen yang berdifusi melalui sistem tersebut, larut dalam cairan, ekmudian berdifusi ke dalam sel-sel di dekatnya.
Kontraksi otot pada perut belalang memipihkan organ-organ interna dan emndesak keluar. Ketika otot-otot kendur, perut kembali pada volumenya yang normal, maka udara dihirup ke dalam sistem tersebut. Kantung-kantung hawa yang besar yang melekat pada bagian-bagian dari tabung-tabung trakea utama, meningkatkan keaktifan gerakan seperti embusan. (Kimball. 1983)
b.   Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. (Kashiko.2000:389)
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma di dalam cairan yang disebut plasma.  Secara keseluruhan darah dapat dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi inteseluler yang berbentuk plasma. Secara fungsionalpun darah merupakan jaringan pengikat dalam arti menghubungkan seluruh bagian-bagian dalam tubuh sehingga merupakan integritas. (Subowo. 1992)
Sel darah merah (eritrosit). Sel-sel darah merah berbentuk cakra atau bikonkaf dengamn diameter 7.5 µm dan ketebalan di tepi 2 µm. Di bagian tengah cakra tersebut lebih tipis, yaitu 1 µm dari bagian tepinya. Bentuk bikonkaf yang menarik ini mempercepat pertukaran gas-gas antara sel-sel dan plasma darah. (Kimball. 1983)
Bentuk bikonkaf dari eritrosit ternyata lebih menguntungkan daripada bentuk sebagai bola bagi pelaksanaan fungsinya karena bertambah luasnya permukaan menjadi 20-30% akan mempercepat proses absorpsi dan pelepasan O2. Lagi pula bentuk yang lebih pipih akan memperpendek jarak antara pusat sel dan lingkungannya sehingga dapat mempercepat pertukaran oksigen.
Tidak adanya inti sel eritrosit akan membeikan tempat lebih banyak bagi kandungan Hb sehingga oksigen lebih banyak diikat.
Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen. (Subowo. 1992)

                                   




B.       Tujuan
I.          Judul        : Respirasi (Respirasi Serangga)
Tujuan      : Mengukur penggunaan oksigen oleh serangga dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan alat respirometer.

II.       Judul        : Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
Tujuan      : Memahami proses osmoregulasi dengan mengukur konsentrasi sel darah dalam berbagai macam media yang mempunyai konsentrasi osmotis berbeda.






ALAT DAN BAHAN & CARA KERJA
A.      ALAT DAN BAHAN
Percobaan I: Respirasi (Respirasi Serangga)
v  KOH 20%
v  Metilen Blue
v  Vaselin
v  Kapas
v  Pipet tetes
v  Respirometer
v  Kasa plastik
Percobaan II: Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
v  Larutan NaCl 0,2%, 0,4%, 0,6%, 0,9%, dan 1,0%
v  Darah katak
v  Darah manusia
v  Kloroform
v  Alkohol 96%
v  Antikoagulan Na-sitrat
v  Objek glass dan cover glass
v  Mikroskop
v  Lancet
v  Kapas
v  Syring
B.       CARA KERJA
Percobaan I: Respirasi (Respirasi Serangga)
ü Dimasukkan segumpal kapas kecil ke dalam tabung spesimen
ü Diteteskan kapas tersebut dengan larutan KOH hingga jenuh
ü Diletakkan guntingan kasa plastik pada kapas tersebut untuk menghindari terjadinya kontak langsung antara hewan percobaan dan larutan KOH
ü Diolesi vaselin pada tepi tabung spesimen agar oksigen tidak masuk ke dalam tabung spesimen
ü Dimasukkan seekor hewan percobaan (belalang/jangkrik) ke dalam tabung spesimen
ü Dimasukkan secara perlahan metilen blue pada ujung respirometer sehingga panjangnya sekitar 1 cm di dalam tabung resporimeter tersebut.
Percobaan II: Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
ü Diletakkan setetes darah katak pada objek glass
ü Ditambahkan beberapa tetes larutan NaCl 0,2%
ü Ditutup objek glass dengan cover glass
ü Diamati di bawah mikroskop
ü Ulangi langkah kerja di atas untuk larutan-larutan NaCl yang berbeda konsentrasi, begitu juga dengan darah manusia.
ü Dibuat gambar dari masing-masing sel darah yang sudah di amati tadi.




HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.      HASIL PENGAMATAN
Percobaan I: Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
a.    Belalang
Waktu (t)
Jarak (s)
Kecepatan (v)
3 menit
0,97
0,32
6 menit
1,97
0,33
9 menit
2,8
0,31
12 menit
3,4
0,28
15 menit
3,9
0,26

b.   Jangkrik
Waktu (t)
Jarak (s)
Kecepatan (v)
3 menit
0,8
0,27
6 menit
1,7
0,28
9 menit
2,5
0,28
12 menit
3
0,25
15 menit
3,5
0,23

Percobaan II: Struktur Sel Darah
Konsentrasi NaCl
Manusia
Katak
0,2%
Sangat Menggembung
Sangat Menggembung
0,4%
Agak Menggembung
Menggembung
0,6%
Menggembung
Isotonis
0,9%
Isotonis
Mengkerut
1,0%
Mengkerut
Sangat Mengkerut




B.       PEMBAHASAN
Percobaan I: Respirasi (Respirasi Serangga)
Pada percobaan yang dilakukan pada serangga yang dimasukkan ke dalam respirometer, yang dalam hal ini digunakan belalang dan jangkrik, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara jumlah oksigen yang digunakan oleh belalang dan jangkrik.
Perbedaan ini disebabkan oleh berbedanya spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitasnya. Pada belalang, lebih banyak mengkonsumsi oksigen dibandingkan dengan jangkrik.
Selain itu, kecepatan pernafasan yang ditunjukkan oleh belalang dan jangkrik juga mengalami penuruan pada menit ke-9, 12, dan 15. Hal ini dikarenakan belalang dan jangkrik menjadi lemah karena kekurangan oksigen.
Dalam percobaan ini digunakan KOH untuk mengikat CO2, sehingga pergerakan dari metilen blue benar-benar hanya disebabkan oleh konsumsi oksigen.
Percobaan II: Osmoregulasi (Konsentrasi Sel Darah)
Pada percobaan osmoregulasi tentang konsentrasi sel darah manusia dan katak, dapat dilihat bahwa adanya pengaruh konsentrasi NaCl terhadap perubahan sel darah manusia dan katak.
Pada perlakuan darah manusia ditetesi dengan larutan NaCl 0,2%, kemudian diamati di bawah mikroskop, didapatkan hasil bahwa sel darah manusia berubah menjadi sangat menggembung. Hal ini dikarenakan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl 0,2%) lebih hypotonis dibanding dengan di dalam sel darah. Begitu juga halnya dengan darah manusia yang ditetesi larutan NaCl 0,4%, dan 0,6%. Namun terjadi sedikit perbedaan yang mana pada sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,4% bentuknya agak sedikit lebih kecil dibanding dengan yang ditetesi larutan NaCl 0,2%. Dan juga ditetesi dengan larutan NaCl 0,6%.
Untuk perlakuan darah manusia ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%, yang kemudian diamati di bawah mikroskop, dapat dilihat bahwa keadaan sel darah merah tetap atau normal. Hal ini disebabkan karena antara konsentrasi di dalam sel darah dan konsentrasi di luar sel darah (larutan NaCl 0,9%) sama atau disebut juga isotonis, yang menyebabkan tidak terjadinya perubahan bentuk pada sel darah.
Berbeda halnya untuk perlakuan darah manusia yang ditetesi dengan larutan NaCl 1,0%, setelah di amati, dapat dilihat bahwa sel darah menjadi mengkerut. Hal ini disebabkan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl 1,0%) lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah, sehingga menyebabkan sel darah manusia mengalami krenasi (mengkerut).
Sedangkan pada perlakuan katak yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,2%, kemudian diamati di bawah mikroskop, didapatkan hasil bahwa sel darah katak berubah menjadi sangat menggembung. Hal ini dikarenakan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl 0,2%) lebih hypotonis dibanding dengan di dalam sel darah. Begitu juga halnya dengan darah manusia yang ditetesi larutan NaCl 0,4%. Namun terjadi sedikit perbedaan yang mana pada sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,4% bentuknya agak sedikit lebih kecil dibanding dengan yang ditetesi larutan NaCl 0,2%.
Untuk perlakuan darah katak yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,6%, yang kemudian diamati di bawah mikroskop, dapat dilihat bahwa keadaan sel darah merah tetap atau normal. Hal ini disebabkan karena antara konsentrasi di dalam sel darah dan konsentrasi di luar sel darah (larutan NaCl 0,6%) sama atau disebut juga isotonis, yang menyebabkan tidak terjadinya perubahan bentuk pada sel darah.
Berbeda halnya untuk perlakuan darah katak yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%, dan 1,0%, setelah di amati, dapat dilihat bahwa sel darah menjadi mengkerut. Hal ini disebabkan oleh keadaan luar sel (larutan NaCl 1,0%) lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah, sehingga menyebabkan sel darah manusia mengalami krenasi (mengkerut). Namun, pada larutan NaCl 1,0%, sel darah menjadi sangat mengkerut di banding dengan yang ditetesi 0,9%.





KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan tentang darah dan peredarannya, dapat disimpulkan bahwa:
ü  Sistem trakea adalah sebuah sistem tabung-tabung yang menyebar ke seluruh tubuh organisme dan mengangkut udara ke sel-sel individual.
ü  Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas.
ü  Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
ü  Darah manusia yang ditetesi larutan NaCl 0,2%, 0,4%, dan 0,6% akan menggembung karena larutan NaCl dengan konsentrasi tersebut lebih hypotonis dibanding dengan di dalam sel darah manusia. Sedangkan jika ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%, bentuk sel darah akan tetap atau tidak mengalami perubahan, karena bersifat isotonis. Namun, sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 1,0%, akan mengalami krenasi (mengkerut) karena larutan NaCl 1,0% lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah merah.
ü  Darah katak yang ditetesi larutan NaCl 0,2%, dan 0,4%, akan menggembung karena larutan NaCl dengan konsentrasi tersebut lebih hypotonis dibanding dengan di dalam sel darah katak. Sedangkan jika ditetesi dengan larutan NaCl 0,6%, bentuk sel darah akan tetap atau tidak mengalami perubahan, karena bersifat isotonis. Namun, sel darah yang ditetesi dengan larutan NaCl 0,9%, dan 1,0%, akan mengalami krenasi (mengkerut) karena larutan NaCl 0,9%, dan 1,0% lebih hypertonis dibanding dengan di dalam sel darah merah.



DAFTAR PUSTAKA

Fried, G.H., and Hademenos, G.J.,. 2005. Schaum’s Outlines of Biologi Edisi kedua. Erlangga. Jakarta
Hadi, M., Tarwidjo, U., dan Rahadian, R.,. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Graha Ilmu. Yogyakarta
Kashiko. 2000. Kamus Lengkap Biologi. Kashiko Press. Bandung
Kimball, JW., 1983. Biologi jilid II edisi ke lima. Erlangga. Jakarta
Subowo. 1992. Histologi Umum. Bumi Aksara. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my signature